Apa Itu Solar Industri? (Pengertian dan Spesifikasinya)
Pengertian Solar Industri
Solar industri adalah bahan bakar minyak (BBM) jenis solar yang digunakan untuk keperluan sektor industri, seperti mesin diesel, pembangkit listrik, alat berat, dan peralatan lainnya yang menggunakan mesin berbahan bakar diesel. Berbeda dengan solar subsidi, solar industri tidak mendapatkan subsidi dari pemerintah dan digunakan dalam jumlah besar untuk kegiatan industri yang membutuhkan bahan bakar secara berkelanjutan.
Ciri Khas Solar Industri:
- Non-subsidi: Solar industri dijual dengan harga pasar dan tidak mendapat subsidi dari pemerintah, berbeda dengan solar yang tersedia di SPBU untuk kendaraan pribadi.
- Penggunaan Khusus: Digunakan pada sektor industri seperti pabrik, industri konstruksi, pertambangan, dan pembangkit listrik yang membutuhkan bahan bakar dalam jumlah besar.
- Distribusi B2B: Tidak tersedia di SPBU umum, solar industri biasanya dibeli dalam jumlah besar melalui distributor atau badan usaha niaga BBM.
Spesifikasi Solar Industri
(Mengacu pada Keputusan Dirjen Migas No. 170.K/HK.02/DJM/2023 dan Keputusan Menteri ESDM No. 341.K/EK.01/MEM.E/2024)
Keputusan Dirjen Migas No. 170.K/HK.02/DJM/2023 tentang Standar Mutu Solar
Peraturan Keputusan Dirjen Migas No. 170.K/HK.02/DJM/2023 mengatur spesifikasi teknis untuk Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Solar, termasuk untuk penggunaan solar dengan campuran 35% biodiesel (B35) yang sudah diterapkan di Indonesia. Berikut adalah spesifikasi dasar yang diatur oleh peraturan ini:
- Kandungan FAME (Biodiesel): Min. 35% pada B35. Ini adalah campuran biodiesel yang diperoleh dari sumber nabati, seperti minyak kelapa sawit. (B35 Sudah di-update per Januari 2025 menjadi B40 yang akan dijelaskan setelah ini).
- Angka Setana (Cetane Number): Min. 51, yang menunjukkan kualitas pembakaran bahan bakar dan kinerja mesin diesel.
- Kandungan Sulfur: Maks. 500 ppm, sesuai dengan standar lingkungan dan pengoperasian mesin diesel yang lebih bersih.
- Kandungan Air dan Sedimen: Maks. 0,05% volume, untuk memastikan kebersihan bahan bakar dan mencegah kerusakan pada sistem injeksi mesin.
- Viskositas Kinematik: 2,0 – 4,5 mm²/s pada suhu 40°C, untuk memastikan aliran bahan bakar lancar dan pembakaran optimal dalam mesin diesel.
- Flash Point (Titik Nyala): Min. 52°C, untuk menjamin keamanan dalam penyimpanan dan penanganan bahan bakar.
Keputusan Menteri ESDM No. 341.K/EK.01/MEM.E/2024 tentang Penerapan B40
Pada Keputusan Menteri ESDM No. 341.K/EK.01/MEM.E/2024, pemerintah Indonesia menetapkan mandatori penerapan B40 (Biodiesel 40%) dalam Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar yang diberlakukan pada 1 Januari 2025. Keputusan ini merupakan langkah strategis untuk meningkatkan pemanfaatan biodiesel sebagai bahan bakar terbarukan, mengurangi ketergantungan terhadap impor BBM, dan mendukung keberlanjutan sektor energi di Indonesia.
2.1 Spesifikasi Solar B40
Solar dengan campuran 40% biodiesel ini akan memiliki spesifikasi yang sedikit berbeda dari solar B35. Spesifikasi utama yang diterapkan pada B40 mencakup:
- Kandungan Biodiesel (FAME – Fatty Acid Methyl Ester): 40% volume biodiesel, yang merupakan bagian dari kebijakan pemerintah untuk menggunakan bahan bakar berbasis nabati sebagai bagian dari transisi energi terbarukan.
- Angka Setana (Cetane Number): Min. 51, sesuai dengan standar yang ditetapkan untuk memastikan performa dan efisiensi pembakaran mesin diesel.
- Kandungan Sulfur: Maks. 500 ppm, agar sesuai dengan standar emisi dan ramah lingkungan, memungkinkan mesin diesel beroperasi dengan lebih bersih.
- Kandungan Air dan Sedimen: Maks. 0,05% volume, untuk menjaga kualitas bahan bakar dan mencegah kerusakan pada sistem bahan bakar mesin.
- Viskositas Kinematik: 2,0 – 4,5 mm²/s pada suhu 40°C, untuk memastikan aliran bahan bakar yang stabil.
- Flash Point (Titik Nyala): Min. 52°C, untuk memastikan bahan bakar tetap aman dalam penyimpanan dan distribusi.
Kesimpulan
Solar industri adalah jenis bahan bakar diesel yang digunakan dalam sektor industri dan tidak termasuk dalam kategori bahan bakar subsidi. Meskipun spesifikasi teknis solar industri secara umum serupa dengan solar lainnya, perbedaan utama terletak pada harga, distribusi, dan penggunaannya untuk mesin-mesin industri dan alat berat.
Seiring dengan kebijakan pemerintah, penerapan B40 mulai 2025 akan mengubah komposisi solar yang digunakan, dengan kandungan 40% biodiesel dalam campuran solar. Keputusan Menteri ESDM No. 341.K/EK.01/MEM.E/2024 memastikan bahwa B40 akan memiliki spesifikasi yang memastikan keamanan dan efisiensi penggunaan dalam mesin diesel, baik di sektor industri maupun sektor lainnya.
Dengan spesifikasi yang telah ditetapkan dalam Keputusan Dirjen Migas No. 170.K/HK.02/DJM/2023 dan kebijakan B40, Indonesia bergerak menuju penggunaan energi yang lebih ramah lingkungan, mendukung transisi energi, dan mengurangi ketergantungan terhadap impor energi fosil.